Thursday, March 31, 2011

PIRING EMAS (Keserakahan dan Kejujuran)

            Pada suatu ketika di sebuah tempat yang disebut Seri, hiduplah dua orang pedagang panci dan wajan juga perhiasan-perhiasan buatan tangan. Mereka berdua sepakat untuk membagi wilayah dagangan mereka. Mereka juga berkata bahwa setelah seorang dari mereka sudah pergi melalui wilayahnya, maka pedagang lainnya boleh mencoba berdagang di tempat yang telah dilalui oleh pedagang sebelumnya.
            Suatu hari, ketika seorang dari mereka sedang berjualan di jalan, seorang gadis kecil yang miskin melihat si Pedagang dan meminta kepada neneknya untuk membelikan sebuah gelang. “Bagaimana orang miskin seperti kita mampu membeli gelang-gelang?” tanya si Nenek. Lalu si Gadis kecil itu berkata, “Karena kita tidak mempunyai uang sama sekali, kita bisa memberikan piring tua kita yang sudah kehitaman.” Nenek itu menyetujui pendapat cucunya untuk mencoba menukarkan piring tuanya itu kepada si pedagang, maka dia mengajak pedagang itu masuk ke dalam rumahnya.

            Si Pedagang melihat bahwa orang-orang ini sangatlah miskin dan polos, jadi ia tidak mau menghabiskan waktunya dengan mereka. Walaupun si nenek itu meminta kepadanya dengan sangat, namun si Pedagang berkata bahwa ia tidak memiliki gelang yang akan mampu dibeli olehnya. Kemudian Nenek itu meminta, “Kami memiliki piring tua yang tidak berguna buat kami, bisakah kami tukarkan dengan sebuah gelang?” Pedagang itu mengambil piring tersebut, memperhatikannya dan menggoreskan garis halus di bagian bawahnya. Dia sangat terkejut ketika melihat di bagian bawah piring yang ditutupi debu hitam itu ternyata adalah piring emas. Tetapi ia berpura-pura seolah tidak memperhatikannya. Malahan ia memutuskan untuk menipu orang-orang miskin ini. Dengan begitu ia bisa mendapatkan piring tersebut secara cuma-cuma. Si Pedagang itu berkata, “Piring ini tidak berharga, bahkan untuk harga sebuah gelang, piring ini tidak ada nilainya dan aku tidak menginginkannya.” Lalu ia pergi, dan berpikir akan kembali lagi jika mereka setuju akan menukarkan piring tersebut dengan harga kurang dari seharusnya.

            Sementara itu setelah selesai berjualan di kota bagiannya, pedagang yang satunya mencoba berdagang di tempat yang sudah dilalui oleh pedagang sebelumnya seperti apa yang telah mereka sepakati bersama. Si Pedagang itu berhenti di rumah yang sama. Sekali lagi gadis kecil yang miskin itu memohon kepada neneknya untuk menukarkan piring tua tersebut dengan sebuah gelang. Si Nenek melihat bahwa ia adalah seorang pedagang yang kelihatan sabar dan baik hati, lalu si Nenek berpikir, “Ia adalah orang yang baik tidak seperti pedagang pertama yang berbicara kasar.” Jadi si Nenek ini mengundang si Pedagang masuk ke dalam rumah dan menawarkannya untuk menukarkan piring tua yang sama dengan sebuah gelang. Ketika ia memeriksanya, ia memastikan bahwa apa yang ia lihat adalah emas asli yang tertutup oleh debu yang melekat. Si Pedagang ini berkata kepada Nenek tua itu, “Semua barang daganganku dan semua uangku dua-duanya tidak sama nilainya dengan piring emas yang berharga ini.”
            Tentu saja Nenek itu terkejut dengan apa yang dikatakan si Pedagang, tetapi dia tahu bahwa si Pedagang ini adalah orang yang benar-benar baik dan jujur. Jadi si Nenek berkata bahwa ia akan senang menukarkan piring tua tersebut dengan apa pun. Si Pedagang berkata, “Aku akan memberikan semua panci-panciku dan perhiasan-perhiasan, ditambah dengan seluruh uangku, jika kau mengijinkanku menyimpan hanya delapan koin dan timbanganku berserta penutupnya uang akan digunakan untuk menyimpan piring emas itu.” Mereka akhirnya melakukan pertukaran. Lalu si Pedagang tersebut pergi menyeberang sungai dengan membayarkan delapan koinnya kepada seorang tukang perahu yang membawanya menyeberang.
            Kemudian si Pedagang yang serakah kembali ke rumah si Nenek. Khayalannya tentang menambah keuntungan sudah ada di dalam kepalanya. Ketika ia bertemu kembali dengan si Gadis kecil dan Neneknya, ia berkata kalau ia berubah pikiran dan mau memberikan beberapa sen uangnya untuk piring tua berdebu yang tidak berguna itu, tetapi tidak satu pun dari gelangnya akan dia berikan. si Nenek itu kemudian berbicara dengan tenang kepada pedagang tentang pertukarannya dengan si Pedagang jujur dan berkata “Tuan, Anda membohongi kami.”
            Si Pedagang yang serakah itu tidak menyesal dengan kebohongannya, tetapi ia sedih dan berpikir, “Aku telah kehilangan piring emas yang seharusnya dihargai sebesar 100 ribu.” Jadi ia bertanya kepada si Nenek, “Kemana orang itu pergi?” Lalu nenek itu memberitahukan arahnya. Dia meninggalkan semua barangnya di dekat pintu si Nenek dan berlari menuju ke sungai sambil berpikir, “Dia merampokku, dia merampokku, dia tidak akan memperolok-olok atau membodohiku.”
            Dari tepi sungai, si Pedagang yang serakah melihat si Pedagang jujur masih sedang menyeberangi sungai dengan perahu. Lalu ia berteriak kepada tukang perahu, “Kembali..!” Akan tetapi si Pedagang yang jujur mengatakan kepada tukang perahu untuk tetap meneruskan penyeberangannya dan itulah yang dilakukannya.
            Melihat bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa, Pedagang yang serakah menjadi sangat marah sekali. Dia melompat-lompat sambil memukuli dadanya. Dirinya menjadi dipenuhi oleh kebencian kepada Pedagang yang jujur yang telah memenangkan piring emas itu dan ini membuatnya batuk darah. Pedagang yang serakah akhirnya terkena serangan jantung dan meninggal di tempat.

Pesan moral: Kejujuran adalah prinsip yang paling baik dalam hidup.

Diterjemahkan oleh Sati
Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

No comments:

Post a Comment